Maaf, Leadership Saja Tidak Cukup !
Di Budapest, saya bertemu dengan Batara Sianturi, CEO Citibank Hongaria yang direkrut sebagai expath dari Jakarta. Batara adalah orang Indonesia asli dan barangkali ia adalah satu-satunya orang Indonesia ( dan yang pertama ) yang menduduki posisi puncak di Citibank sebagai expath luar negeri. Sebelumnya ia menjabat sebagai Vice President di Citibank Jakarta.
Semua eksekutif di Indonesia tentu tahu siapa Citibank. Orang-orang menyebut mereka sebagai Citibankers.
Pokoknya, kalau sudah masuk di Citibank, Maka karakter mereka pun menjadi khas.
Mereka direkrut lewat sebuah proses yang sangat selektif dan kompetitif. Setelah berada di dalam Citibank, mereka mengalami proses pembentukan yang tiada henti.
Kinerja mereka dipacu, dan mereka bekerja dengan sistem yang selalu diperbaharui.
Singkatnya mereka punya pemimpin kelas Citibank, anak-anak buah kelas Citibank, kultur Citibank, teknologi Citibank dan incentive sekelas Citibank.
Cara kerja mereka yang mengagumkan membuat mereka selalu menjadi rebutan. Beberapa di antara mereka terbukti sukses memimpin bank. Robby Djohan, Laksamana Sukardi, Rini Soewandhi, Michael Ruslim (Astra) dan Edwin Gerungan adalah sedikit di antara nama-nama besar Citibankers yang sukses mengelola bank-bank lain. Tapi nanti dulu...
Benarkah Citibankers jaminan sebuah keberhasilan?
Pentingnya leadership tentu sudah dibahas di mana-mana. Saya pun merasakan demikian. Jargon "one person can make a defference" sungguh melekat. Kita percaya kalau berhasil merekrut seorang pemimpin sejati maka semua urusan pun akan beres. Pemimpn yang bagus dapat menggerakkan organisasi. Ia datang memberi inspirasi dan energinya terasa di mana-mana. Organisasi dengan "pemimpin" akan dirasakan bedanya. Dengan bantuan tangan satu orang itu saja, produktivitas dan kinerja institusi/perusahaan tampak berbeda.
Analoginya,
kalau citibanker adalah "a good leader", maka merekrut mereka bereslah semuanya. Benarkah demikian?
Kepada saya Batara Sianturi menjelaskan kepemimpinannya di Hongaria berjalan efektif. Ia diberi target oleh kantor pusat, tetapi pada saat yang bersamaan ia juga diberi sejumlah mandat. Di antara mandat-mandat itu, yang terpenting adalah mandat untuk menawarkan pensiun dini bagi mereka yang dinilai bekerja di bawah standar Citibank. Untuk menjalankan semua itu ia diberi manajer SDM yang andal dan resources (sumber-sumber daya) yang memadai seperti incentive, paket "golden shake hands" (jabat tangan emas), dan sebagainya. Maka praktis proses pemberhentian tidak menimbulkan gejolak apa-apa. Di kantor itu ia biasa bekerja hingga larut malam, demikian pula bawahan-bawahannya. Lenkap sudah, pimpinan, staf, anak buah, insentif dan culture menyatu sebagai Citibank. Tentu saja ini bukan cuma sekadar model Citibank. Hampir semua perusahaan besar profesional punya sistem serupa yang terintegrasi.
Jadi, tidak mungkin seorang super CEO didukung oleh insentif SDM sekelas PNS ( Pegawai Negeri Sipil ).
Visi dan Keterampilan Memegang Peranan Penting
Tetapi di tengah-tengah ceritanya Batara Sianturi juga menuturkan kisah-kisah getir yang dialami kolega-koleganya yang pernah dibajak oleh sejumlah bank swasta nasional di awal tahun 1990-an. Mereka umumnya direkrut sebagai CEO atau Vice President. Sebagai orang hebat, mereka cukup percaya diri datang tanpa perlu bergerombol. Ternyata ada cukup banyak di antara mereka yang juga kurang berhasil. Hanya dalam tempo dua tahun mereka sudah harus segera keluar karena kinerja bank yang dipimpinnya bukan membaik, malah memburuk.
Mengapa mereka kurang beruntung?
Jawabnya sesungguhnya sangat sederhana. CEO Citibank akan efektif memimpin kalau karyawan mereka juga sekelas Citibank atau dapat di-upgrade ( di Re-code) menjadi sekelas ini.
Bagaimana seorang Citibanker bisa efektif memimpin kalau yang dipimpin tidak memperoleh insentif seperti
yang diperoleh para karyawan di Citibank?
Anda menuntut mereka bekerja seperti bawahan Anda di Citibank. Masuk kerja pukul delapan (8) pagi dan pulang tanpa batasan waktu. Batasannya adalah selesainya pekerjaan. Yang satu menerima insentif yang sangat menarik, yang satunya di bawah standar.
Dengan kata lain, a leader is not everything.
Perubahan menuntut adanya 5 hal sekaligus :
1. Visi tentang arah masa depan ( vision )
2. Keterampilan (skills) untuk mampu melakukan tuntutan-tuntutan baru. Keterampilan ini harus terus dipelihara
ditumbuhkan dan dikembangkan
3. Insentif yang memadai, baik langsung maupun tidak langsung, cash maupun non-cash, individual (berdasarkan
kinerja perorangan) maupun kelompok (berdasarkan kinerja kelompok/unit kerja)
4. Sumberdaya (resources) yang memudahkan ruang gerak dan pertumbuhan
5. Rencana tindak (action plan). Rencana tindak adalah bukan sekadar rencana, melainkan sebuah rangkaian
tindakan yang diitegrasikan dalam langkah-langkah yang spesifik dan terencana, tertulis dan dimengerti oleh
semua pelaku yang terlibat
mo ikut pasang iklan, tarifnya berapa?
ReplyDelete